Alih Fungsi Lahan di Bali Capai 1.254 Hektare, Banyak Sawah Dijadikan Tempat Wisata
Maraknya alih fungsi lahan itu terjadi karena dua faktor, salah satunya untuk pembangunan untuk sektor pariwisata.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Kadistan) Provinsi Bali, I Wayan Sunada mengakui masifnya alih fungsi lahan di Pulau Bali. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk pengendalian alih fungsi lahan tersebut.
Sunada mengatakan, alih fungsi lahan di Bali dari data 5 tahun terakhir ternyata rata-rata 1.254 hektare per tahun. Kemudian, untuk data luas sawah di Pulau Bali hari ini mencapai 68.078 hektar.
"Kita coba bayangkan. Semakin tahun lahan kita berkurang, terjadi alih fungsi," kata dia, saat menjadi pembicara di acara peluncuran 'Aplikasi Sapatani dan Diseminasi Hasi Riset Proyek Solusi Digital' di Denpasar, Bali, pada Selasa (11/11).
Ia menerangkan, maraknya alih fungsi lahan itu terjadi karena dua faktor, yaitu terjadinya pembangunan untuk sektor pariwisata dan komuditas sawah yang beralih menjadi lahan kebun karena tidak mendapat air.
"Alih fungsi itu ada dua. Alih fungsi ke sektor pariwisata, dan alih fungsi komoditas. Maksudnya alih komoditas dari sawah bisa ke kebun. Karena tidak mendapatkan air dipakai kebun lah sawahnya, dan berkurang terus sawah kita," imbuhnya.
Namun, untuk mengantisipasi terjadinya alih fungsi lahan terusa menerus di Bali. Maka Pemprov Bali, telah membuat Raperda untuk pengendalian alih fungsi lahan.
"Sekarang Raperdanya sudah ada di biro hukum untuk dilakukan harmonisasi. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini Raperda itu sudah selesai. Dan kita sangat keberatan sekali lahan kita habis terus untuk pariwisata," ungkapnya.
Alih Fungsi Lahan Bakal Disanksi

Raperda pengendalian alih fungsi lahan saat ini sedang disusun dan dikaji di biro hukum untuk dilakukan harmonisasi. Nantinya, jika sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang resmi soal pengendalian alih fungsi lahan di Bali, tentu yang melakukan alih fungsi lahan ada sanksinya.
"Kalau sudah ada Perda, itu kan nanti ada sanksinya di situ. Kita pertahankan (lahan sawah yang ada), kita kendalikan. Supaya masyarakat, di mana lahan sawah yang dilindungi (LSD) itu tidak dipakai oleh pariwisata untuk membangun pemukiman, hotel, restoran, seperti itu," ujarnya.
Ia juga berharap, Raperda itu selesai akhir tahun dan nantinya bisa diajukan ke Kementerian Hukum (Kumham) dan juga di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga resmi menjadi perda di Bali.
"Itu kan panjang banget alurnya. Belum ke Kumham, belum ke Kemendagri itu panjang banget. Yang penting sekarang ini, barang itu ada di biro hukum untuk diharmonisasi. Kita akan kawal itu," ujarnya.

























:strip_icc()/kly-media-production/medias/5409071/original/054480300_1762845579-prabowo_rapat_di_halim.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/872551/original/000378000_1431099848-Malam-Marsinah.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/4261962/original/044473000_1671083484-harga_telur_ayam_di_tingkat_peternak_mencapai_29_ribu-ARBAS_6.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5409031/original/094785500_1762844236-Surya-Paloh.jpeg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5409028/original/075938200_1762844232-157673__1_.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5405149/original/020238700_1762425620-Pramono_di_Balai_Kota_Jakarta.jpeg)













